Perkembangan teknologi Metaverse terus melesat di berbagai bidang. Salah satu yang memiliki potensi besar untuk menggunakan teknologi ini adalah industri perbankan.
Saat ini sudah banyak bank di luar negeri, sebut saja di Korea Selatan seperti KB Kookmin Bank, Industrial Bank of Korea, NH Nonghyup dan Hana Bank menyatakan masuk ke metaverse untuk meningkatkan layanannya pada nasabah. Kemudian Bank of America, BNP Paribas lalu Bank of Kuwait dan terakhir Mecrobank di Swedia.
“Jadi tak berlebihan kalau kita bilang bahwa teknologi metaverse adalah masa depan perbankan, termasuk perbankan di Indonesia. Banyak hal bisa dieksplor perbankan di metaverse untuk memberikan new experience bagi nasabah dan menciptakan customer satisfaction,” kata Co-Founder dan Chief Editor digitalbank.id Safaruddin Husada dalam webinar “Banking in Metaverse: a Hype or Real” yang diselenggarakan digitalbank.id, Rabu (26/1/2022).
Contoh paling jelas di mana metaverse dapat memengaruhi perbankan adalah dalam interaksi pelanggan, apalagi di masa pandemi seperti saat ini.
Banyak bank telah menawarkan layanan video tatap muka dengan nasabah dan menggunakan mesin teller interaktif menggunakan konektivitas video dan fungsionalitas yang lebih kuat daripada ATM.
Namun ke depan melayani pelanggan di dunia virtual akan menjadi satu kemutlakan. Dan, meteverse adalah jawabannya.
“Riset terbaru yà ng dipublikasikan Digital Banking Report menemukan bahwa hampir setengah dari eksekutif layanan keuangan yang disurvei percaya bahwa 1 dari 5 pelanggan akan menggunakan teknologi virtual atau augmented reality untuk transaksi sehari-hari. Metaverse ini juga menarik perhatian banyak orang. Terbukti dengan jumlah peserta webinar kali ini yang mencapai lebih dari 550 peserta dari kalangan perban- kan dan non-perbankan,, padahal kami menyiapkannya hanya dalam waktu singkat,” ujar Safaruddin.
Sementara itu Founder yang juga Managing Director Shinta VR, Andes Rizky mengatakan pasca Mark Zuckerberg mengumumkan mengganti nama Facebook menjadi Meta Platforms Inc. atau Meta pada 28 Oktober 2021 lalu, metaverse tiba-tiba menjadi topik paling aktual dan banyak dibicarakan orang di muka bumi ini.
Apalagi, ketika pendiri Microsoft, Bill Gates memprediksi dalam 2-3 tahun mendatang rapat-rapat kantor juga akan diadakan di metaverse.
Dahulu, kata dia, ketika Neal Stephenson menciptakan istilah metaverse untuk pertama kalinya pada tahun 1992 dalam novelnya “Snow Crash”, dunia hanya bicara soal fiksi ilmiah.
“Pasalnya semua teknologi yang memungkinkan masih belum ada. Tapi saat ini, metaverse sangat masuk akal dan sep- erti menghubungkan titik-titik dari banyak teknologi,” kata Andes.
Paling Diuntungkan
Industri perbankan, demikian Andes, adalah salah satu industri yang paling diuntungkan dengan adanya teknologi metaverse.
“Kenapa? Karena pengalaman imersif yang ada pada metaverse mampu menciptakan pengalaman baru (new experience) yang mendalam sehingga bisa memuaskan pelanggan (customer satisfaction),” ujarnya.
Satu studi, demikian Andes, mengungkapkan bahwa pengalaman baru membuat pelanggan lebih bahagia daripada obyek fisik. Perusahaan yang lebih memprioritaskan pengalaman daripada produk/fitur memiliki kemungkinan rujukan 200 persen lebih besar dan loyalitas pelanggan 25 persen lebih banyak.
“Teknologi metaverse dengan pengalaman imersifnya mampu mengaburkan batas antara kenyataan dan dunia virtual. Nah, saya kira, bank tak perlu lagi menunggu dalam keraguan, sebab di metaverse ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan bank,” tutur Andes.
Beberapa peluang itu bisa dimanfaatkan bank untuk dapat mencoba menjangkau nasabah baru yang tidak dapat (atau tidak mau) pergi ke cabang dan masih menawarkan pengalaman yang imersif.
Survei terkait kebiasaan nasabah perbankan ketika masa pandemi yang dipublikasikan MarkPlus, Inc. (2020) menyebutkan intensitas komunikasi antara bank dan nasabah cenderung mengalami penurunan di masa pandemi virus corona (Covid-19).
Sumber : liputan6
0 Komentar