Perkembangan media saat ini sedang mengalami disrupsi teknologi digital. Disrupsi teknologi digital adalah era terjadinya inovasi dan perubahan besar-besaran secara fundamental karena hadirnya teknologi digital, mengubah sistem yang terjadi di Indonesia maupun global. Perkembangan teknologi digital ini mampu menggantikan pekerjaan manusia. Platform digital mampu mengubah produksi, distribusi dan iklan di media. Belajar dari media-media yang berguguran para pengusaha media belajar dan cepat beradaptasi mengubah model bisnis. Maka dari itu dalam mata acara Journalight Pekan Komunikasi FISIP UI menyelenggarakan webinar(08/04) dengan tema “Stream on Edge: Finding the Alternatives in Times of Uncertainty”. Dengan para pembicara antara lain M. Taufiqqurahman (Edior in Chief The Jakarta Post), Dr. Eriyanto, S.I.P, M.Si (Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UI), dan Citra Dyah Prastuti (Chief in Editor Kantor Berita Radio).
Taufiqqurahman menjelaskan, “ketika pertama kali The Jakarta Post mulai melakukan investasi di online journalism sepuluh tahun lalu kami sangat optimis ternyata the future of media itu ada di internet jika kita bisa melakukan transisi digital dan mempresentasikan produk kita melalui internet akan berhasil seperti buzz feed, vice dan lain sebagainya tetapi kenyataannya berbeda saat ini.”
“Ketika memindahkan konten ke online, maka dihadapkan dengan ekosistem yang sangat besar yang diluar kontrol seperti search engine, sosial media dan kekuatan sistemik yang tidak bisa dipecahkan artinya kita bisa bikin konten tetapi delivery-nya di kontrol oleh orang lain yang punya infrastruktur yang massive yang mengendalikan semua akses orang di dunia ke internet” tambah Taufiqqurahman.
“Strategi The Jakarta Post yaitu sudah melakukan revenue stream. Strategi untuk meraih market secara online The Jakarta Post melakukan dari hulu ke hilir artinya memperbaiki sistem delivery agar konsumen dapat menerima berita dengan mudah, memproduksi konten-konten yang bagus yang menarik orang-orang untuk membaca. Saat ini fokus The Jakarta Post membuat berita yang bentuknya cerita bukan lagi news tapi feature, opini dan indepth” tutup Taufiqqurahman.
Sementara Citra menjelaskan dari sisi Kantor Berita Radio. “Adaptasi KBR sebelum pandemi adalah banyak memproduksi podcast. Ketika pandemi terjadi kenaikan traffic di podcast sangat tinggi, tidak hanya di KBR saja tapi secara global karena saat pandemi tidak bisa kemana-mana dan manusia itu sifatnya cepat bosan maka mendengarkan podcast salah satu untuk menghilangkan kebosanan.”
Strategi KBR sendiri memikirkan audience yang akan dituju oleh podcast karena audience radio network KBR berbeda dengan posdact KBR. KBR membentuk konten agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh target audience tersebut.
“Disrupsi tidak hanya sekedar perubahan inovasi karena disrupsi mengubah model bisnis. Sebetulnya media-media yang mati itu karena tidak mengikuti perubahan model bisnis. Pada situasi disrupsi media tidak cukup hanya mengingkatkan performance seperti kualitas liputan tetapi media harus mengubah model bisnis. Mengapa digital men-disrupsi media karena internet mengubah konsep mengenai institusi media. Kita lihat saat ini di internet isi media sangat beragam dan demassifikasi berbeda dari masa lalu yang isinya standar dan seragam” jelas Eriyanto.
Eriyanto menambahkan, media saat era digital seperti ini tidak bisa berdiri sendiri tanpa kehadiran telekomunikasi, teknologi informasi dan e-commerce, maka media harus berkolaborasi dan terintegrasi. Pesaing media saat ini bukan hanya sesama media tetapi juga aplikasi IT dan mesin pencarian atau search engine.
Sumber : ui
0 Komentar